Fragmen kemanusiaan ini dapat dilihat dalam karya “perahuku sayang, perahuku malang”. Di tengah kelompok boneka sarung yang bermain, salah satunya memiliki ukuran yang lebih besar. Ukurannya memberikan penekanan sebagai tokoh utama. Aktifitas bermain kapal-kapalan menjadi ide awal Agustan mengubah karyanya. Interaksi sekelompok boneka sarung ini mencerminkan rasa kepedulian. Interaksi tersebut merepresentasikan dimensi sosial kehidupan Agustan yang menjadi salah satu fragmen kecil dalam lukisannya.
Beberapa fragmen berbeda terlihat dari munculnya objek buah. Bentuknya berupa anggur dan jeruk bali sebagai roda perahu. Kita dapat merasakan bahwa roda kulit jeruk sebenarnya tidak begitu terkait dengan perahu sarung. Mungkin saja ia tiba-tiba terinspirasi oleh mainan tradisional, yaitu mobil-mobilan kulit jeruk. Kendati dua objek tersebut tidak terkait, kehadirannya menyiratkan makna tertentu. Disini Agu menarasikan pesan dalam konteks ekonomi. Roda kulit jeruk dimaknai sebagai roda ekonomi yang bergerak.
Sarung yang ujungnya dipegang menyerupai perahu, dimaknai sebagai wadah. Hal tersebut menjadi simbolisasi visi Agu dalam merangkul dan bekerjasama. Bentuk kerjasamanya tergambarkan melalui ilustrasi aktivitas kelompok. Seolah penuh permainan, ketegangan dan kepentingan. Kesan ini memperkuat cerminan dimensi ekonomi dalam lukisan ini. Agu pribadi memang dikenal senang merangkul orang-orang disekitarnya untuk bekerjasama. Entah itu teman dekat, kenalan baru, maupun mahasiswanya sendiri.